RSS

Makalah Kebutuhan Eliminasi



BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Manusia merupakan salah satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai makhluk hidup karena manusia memiliki cirri-ciri diantaranya: dapat bernafas, berkembangbiak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makan, dan megeluarkan sisa metabolisme tubuh (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peranan masing-masing organ. Membuang urine dan alvi (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan menimbulkan berbagai macam gangguan seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola eliminasi urine, konstipasi, diare dan kembung. Selain berbagai macam yang telah disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada system organ lainnya seperti: system pencernaan, ekskresi, dll. Berdasar latar belakang di atas, maka penulis membuat makalah dengan judul “Prinsip Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi dan Pengkajian Eliminasi”.

1.2  Rumusan Masalah
1.                                            Jelaskan anatomi fisiologi terkait kebutuhan eliminasi
2.                                            Jelaskan mekanisme eliminasi
3.                                            Sebutkan dan jelaskan gangguan-gangguan kebutuhan eliminasi
4.                                            Sebutkan dan jelaskan tanda dan gejala gangguan kebutuhan eliminasi
5.                                            Jelaskan pengkajian terhadap gangguan kebutuhan eliminasi
6.                                            Jelaskan tindakan untuk pemenuhan kebutuhan eliminasi
7.                                            Jelaskan evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi

1.3  Tujuan
1.3.1    Tujuan Umum
Untuk mempelajari eliminasi urin
1.3.2    Tujuan Khusus
S   Untuk menjelaskan anatomi fisiologi terkait kebutuhan eliminasi
S   Untuk menjelaskan mekanisme eliminasi
S   Untuk menjelaskan gangguan-gangguan kebutuhan eliminasi
S   Untuk menjelaskan tanda dan gejala gangguan kebutuhan eliminasi
S   Untuk menjelaskan pengkajian terhadap gangguan kebutuhan eliminasi
S   Untuk menjelaskan tindakan untuk pemenuhan kebutuhan eliminasi
S   Untuk menjelaskan evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi

1.4     Sistematika Penulisan
BAB I                     : PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II                   : TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep kebutuhan Eliminasi urine
BAB III                  : KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1    Kasus (Skenario Kasus di ketik ulang)
3.2    Pembahasan Kasus (Analisis kasus berdasarkan tujuan pembelajaran/LO (Learning Outcome) yang mau dicapai oleh mahasiswa )
BAB IV                  : KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Keimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA





BAB II
Tinjauan Teori
2.1 Pengertian ELiminasi
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan, penyingkiran, penyisihan.
Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa urin dan feces .Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Miksi/Eliminasi urine/Kebutuhan BAK
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Miksi ini
sering disebut buang air kecil.

2. Defekasi/Eliminasi Alvi/Kebutuhan BAB
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan.
2.2 Eliminasi Urinari
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
1.       Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya.
2.       Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
3.       Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.
4.       Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
5.       Berat jenis 1,015-1,020.
6.       Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet  (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).

Komposisi air kemih, terdiri dari:
1.        Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
2.        Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin.
3.        Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
4.        Pagmen (bilirubin dan urobilin).
5.        Toksin.
6.        Hormon.

Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
1.      Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2).
2.      Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih.
         Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari “latih”. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis: impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak nyeri).

Ciri-Ciri Urin Normal :
1.        Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.
2.        Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.
3.        Baunya tajam.
4.        Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.

2.2.1     Sistem Perkemihan (ANATOMI FISIOLOGI)
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN
Sistem perkemihan terdiri dari:
Ü  Dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin,
Ü  Dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih),
Ü  Satu vesika urinaria (kandung kemih), tempat urin dikumpulkan, dan
Ü  Satu uretra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.

1)Ginjal (Ren)
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.

a.          Fungsi ginjal
§ Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
§ Mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
§ Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
§ Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.

b.    Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, angsa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.

2)         Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1.      Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2.      Lapisan tengah lapisan otot polos
3.      Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.

3)          Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1.      Lapisan sebelah luar (peritoneum).
2.      Tunika muskularis (lapisan berotot).
3.      Tunika submukosa.
4.      Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

4)         Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari :
1.    Urethra pars Prostatica
2.    Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
3.    Urethra pars spongiosa.

Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter uretra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi.

Dinding uretra terdiri dari 3 lapisan:
1.      Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung  jaringan elastis dan otot polos. Sphincter uretra menjaga agar uretra tetap tertutup.
2.      Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
3.      Lapisan mukosa.


2.1.2 MEKANISME ELIMINASI URINE
1. Proses Filtrasi ,di glomerulus
Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring disebut filtrate glomerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.



2.1.3  GANGGUAN-GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI URINE
Beberapa masalah eliminasi urine yang sering muncul, antara lain :
a.        Retensi
Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung kemih danketidaksanggupan kandung kemih untuk mengosongkan sendiri.

b.       Eniorisis
Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak umumnya malam hari.

c.        Inkontinensia
Inkontinesia Urine ialah bak yang tidak terkontrol.
Jenis inkotinensia
     Inkontinensia Fungsional/urgensi
Inkotinensia Fungsional ialah keadaan dimana individu mengalami inkontine karena kesulitan dalam mencapai atau ketidak mampuan untuk mencapai toilet sebelum berkemih.

     Inkontinensia Stress
Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami pengeluaran urine segera pada peningkatan dalam tekanan intra abdomen.

     Inkontinensia Total
Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine terus menerus yang tidak dapat diperkirakan.

2.1.4 TANDA DAN GEJALA KEBUTUHAN ELIMINASI URINE
Beberapa masalah eliminasi urine yang sering muncul, antara lain :
a.       Retensi
Kemungkinan penyebabnya :
1.        Operasi pada daerah abdomen bawah.
2.        Kerusakan ateren
3.        Penyumbatan spinkter.

Tanda-tanda retensi urine :
1.        Ketidak nyamanan daerah pubis.
2.        Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3.        Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4.        Meningkatnya keinginan berkemih.
5.        Enuresis

b.       Eniorisis
Kemungkinan peyebabnya :
1.        Kapasitas kandung kemih lebih kecil dari normal.
2.        Kandung kemih yang irritable
3.        Suasana emosiaonal yang tidak menyenangkan
4.        ISK atau perubahan fisik atau revolusi.

c.       Inkontinensia
Jenis inkotinensia
     Inkontinensia Fungsional/urgensi
Faktor Penyebab:
1.    Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih.
2.    Penurunan tonur kandung kemih
3.    Kerusakan moviliasi, depresi, anietas
4.    Lingkungan
5.    Lanjut usia.

     Inkontinensia Stress
Faktor Penyebab:
1.    Inkomplet outlet kandung kemih
2.    Tingginya tekanan infra abdomen
3.    Kelemahan atas peluis dan struktur pengangga
4.    Lanjut usia.

     Inkontinensia Total
Faktor Penyebab:
1.    Penurunan Kapasitas kandung kemih.
2.    Penurunan isyarat kandung kemih
3.    Efek pembedahan spinkter kandung kemih
4.    Penurunan tonus kandung kemih
5.    Kelemahan otot dasar panggul.
6.    Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih
7.    Perubahan pola
8.    Frekuensi
9.    Meningkatnya frekuensi berkemih karena meningkatnya cairan.
10. Urgency
11. Perasaan seseorang harus berkemih.



2.1.5 ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN URIN
2.2.1 Pengkajian
1. Frekuensi/kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta hambatannya. Frekuensi berkemih bergantung ada kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang berkemih kira-kira 70% dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu berkemih pada malam hari.

2. Pola berkemih
        Frekuensi berkemih, Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam.
      Urgensi, Perasaan sesorang untuk berkemih seperti seseorang sering ke toilet karena takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih.
      Disruria, Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan demikianlah dapat ditemukan pada striktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria, dan uretra.
      Poliuria, Keadaan produksi urin yang abnormal pada jumlah yang besar tanpa adanya peningkatan asupan cairan.
      Urinaria supresi, Keadaan produksi urin yang berhenti secara mendadak.

3.   Volume Urine
Volume urin menentukan berapa jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam.
Berdasarkan usia, volume urine normal dapat di tentukan sebagai berikut:
Table 1. Volume urine normal        
No.
Usia
Jumlah/hari
1.
1-2 hari
15-60 ml
2.
3-10 hari
100-300 ml
3.
10-2 bulan
250-400 ml
4.
2 bulan-1 tahun
400-500 ml
5.
1-3 tahun
500-600 ml
6.
3-5 tahun
600-700 ml
7.
5-8 tahun
700-1000 ml
8.
8-14 tahun
800-1400 ml
9.
14 tahun- dewasa
1500 ml
10.
Dewasa tua
≤ 1500 ml

 volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa, maka  perlu lapor.(Rendy;2010)


4.   Faktor yang mempengaruhi kebiasaaan buang air kecil
a.     Diet
b.    Gaya hidup
c.     Stres psikologis
d.    Tingkat aktivitas
5.   Karakteristik urin
Warna
·           Normal             : pucat, kekuningan, kuning coklat.
·           Obat-obatan dapat mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat
merupakan indikasi adanya penyakit.
o    Merah gelap     : perdarahan diginjal / ureter
o    Merah terang   : perdarahan KK atau uretra
o    Coklat gelap      : peningkatan bilirubin akibat disfungsi hati bila dikocok   busa kuning.

Kejernihan
·         Normal                          : transparan
·         Peningkatan protein    : keruh atau berbusa
·         Bakteri                          : pekat dan akeruh.
·         Bau                                : Amonia
·         Urin berbau buah         : DM dan kelaparan akibat aseton dan asam   asetoasetik
.
·         Bau Normal urine berbau aromatik yang memusingkan.
Bau yang merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
·         Berat jenis
Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar. Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml dan normal berat jenis : 1,010 – 1,030
pH :
1.      Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5)
2.      Urine yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri.
3.      Vegetarian urinennya sedikit alkali.
h. Protein :
1.      Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen, globulin, tidak tersaring melalui ginjal – urine.
2.      Pada keadaan kerusakan ginjal, molekul-molekul tersebut dapat tersaring urine.
3.      Adanya protein didalam urine disebut proteinuria, adanya albumin dalam urine disebut albuminuria.
i.Darah :
1.      Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak jelas.
2.      Adanya darah dalam urine disebut hematuria(trauma/penyakit pada saluran kemih bagian bawah)
j. Glukosa :
1.      Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya bersifat sementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyak menetap pada pasien DM.
2.      Adanya gula dalam urine disebut glukosa. (Rendy;2010)



Pemeriksaan urin
Urinalisis
Berat jenis urin
Kultur urin
Pemeriksaan Urin (pengumpulan urin)
Acak
Bersih tapi tidak harus steril
Untuk urinalisis/ mengukur BJ, PH, kadar glukosa

Cara : klien berkemih dalam wadah urin yg bersih
*             Klien berkemih sebelum defekasi.
*             Spesimen midstream
*             Memperoleh spesimen yg relatif bebas mikroorganisme
*             Untuk kultur dan sensitivitas urin
*              Bersihkan genetalia dengan benar
*              Urin pertama jgn ditampung baru pertengahan ditampung
*               Spesimen steril
*              Diambil mll kateter

2.2.2 Diagnosa Keperawatan
a.   Nyeri berhubungan dengan
           Inflamasi uretra
           Obstruksi pd uretra
           Defisit perawatan diri: toileting yg berhubungan dengan
           Keterbatasan mobilitas
           Kerusakan integritas kulit / resiko kerusakan integritas kulit b.d
           Inkontinensia urin
           Perubahan eliminasi urin
           Kerusakan sensorik motorik
           Resiko infeksi berhubungan dengan
           Higiene personal yg tidak baik
           Insersi kateter uretra

b.    Inkontinensia fungsional berhubungan dengan
           Terapi deuretik
           Keterbatasan mobilitas

c.    Inkontinensia refleks berhubungan dengan
           Penggunaan anestesi untuk pembedahan
           Inkontinensia stress berhubungan dengan
           Peningkatan tekanan intraabdominal
           Kelemahan otot panggul
           Inkontinensia urgensi
           Iritasi mukosa kendung kemih
           Penurunan kapasitas kandung kemih
           Retensi urin
           Obstruksi leher kandung kemih


2.2.3 Intervensi
   Tingkatkan kesehatan untuk memelihara serta melindungi fungsi sistem kemih yang sehat
   Penyuluhan klien
   Tingkatkan perkemihan normal
   Wanita jongkok / duduk : meningkatkan kontraksi otot panggul dan intra abdomen.
 yang membantu mengontrol sfingter serta membantu kontraksi kandung kemih.
    berdiri.Laki-laki
    Stimulus sensori : suara air yang mengalir, menepuk paa bagian dalam, meletakkan tangan dlm panci berair.
   Mempertahankan kebiasaan eliminasi
   Mempertahankan asupan cairan yg adekuat  mengekskresikan partikel yg dapat berkumpul dlm sistem perkemihan.2000 s.d 2500 ml / hari, but 1200 s.d 1500 biasanya adekuat.
   Hindari minum 2 jam sebelum tidur  nokturia
   Meningkatkan pengosongan kandung kemih secara lengkap.
   Pencegahan infeksi
   Pemeliharaan pirenium yang baik
   Asupan cairan yang adekuat : meningkatkan  pengeluaran urin & mikroorganisme dari uretra
   Mengasamkan urin : menghambat pertumbuhan bakteri
   Mempertahankan kebiasaan eliminasi
   Obat-obatan (merelaksasikan kandung kemih, menstimulasi kontraksi kandung kemih, merelaksasi otot polos prostat.

Perawatan Akut
 Kateterisasi
 Memasukkan selang plastik aau karet mll uretra ke kandung kemih.
 Tipe kateter.
  kateter lurus sekali pakaiIndweling/intemiten
 Kateter menetap/ foley kateter  menetap untuk periode waktu tertentu
 Kateter caude  ujungnya melengkung, untuk pria yang mengalami pembesaran prostat
 Indikasi pemasangan kateter intermiten
 Meredakan rasa tidak nyaman akibat distensi kandung kemih
 Mengambil spesimen urin steril
 Mengkaji residu urin setelah pengosongan kandung kemih
 Penatalaksanaan jangka panjang klien yang mengalami cidera medula spinalis
 Indikasi pemasangan kateter meneta sementara
 Obstruksi pd aliran urin (pembesaran prostat)
 Perbaikan kandung kemih, uretra dan struktur disekeliling mll embedahan
 Mencegah obstruksi uretra akibat adanya bekuan darah
 Mengukur haluran urin
 Irigasi kandung kemih
 Keteter menetap jangka panjang
 Retensi urin berat
 Ruam kulit, ulkus dan iritasiakibat kontak dgn urin
 Penderita penyakit terminal
 Perawatan restorasi
 Menguatkan otot panggul
 Kegel exercise  meningkatkan kontraksi otot dasar panggul.
 Mempertahankan integritas kulit
 Cuci kulit yg teriritasi urin dgn sabun dan air hangat
 Pakai pelembabBila sudah teriritasi dokter dpt meresepkan salep steroid.
 Bladder training
 Melatih kembali kandung kemih untuk mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih.

2.1.6 MELAKUKAN KATETERISASI
a.      Pengertian
Katerisasi merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan eliminasi dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Pelaksanaan katerisasi dapat dilakukan melalui dua cara : intermiten (straight kateter) dan indwelling (foley kateter). Menurut kusmiyati (2009) definisi kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan yang di masukksn melalui uretra ke dalam kandung kencing untuk membuang urine.

Jenis-jenis kateter
1.   Kateter plastik : digunakan sementara karena mudah rusak dan tidak fleksibel
2.   Kateter latex atau karet : digunakan untuk penggunaan atau pemakaian dalam jangka waktu sedang (kurang dari 3 mingu).
3.   Kateter silicon murni atau teflon : untuk menggunakan jangka waktu lama 2-3 bulan karena bahan lebih lentur pada meatur urethra.
4.   Kateter PVC : sangat mahal untuk penggunaan 4-5 minggu, bahannya lembut tidak panas dan nyaman bagi urethra.
5.   Kateter logam : digunakan untuk pemakaian sementara, biasanya pada pengosongan kandung kemih pada ibu yg melahirkan.
   Ukuran kateter
1.    Anak         : 8-10 french (Fr)
2.   Wanita       : 14-16 Fr
3.   Laki-laki    : 16-18 Fr
(junda pangkringan/2010/07;26,11,2012).


Indikasi
Tipe Intermiten
       Tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi
       Retensi akut setelah trauma uretra
       Tidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau analgestik
       Cedera pada tulang belakang
       Degenerasi neuromuskular secara progresif
       Pengeluaran urin residual

Tipe Indwelling
      Obstruksi aliran urin
      Pascaoperasi uretra dan struktur di sekitarnya
      Obstruksi uretra
      Inkontinensia dan disorientasi berat

a.      Tujuan
      Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih
      Untuk pengumpulan spesimen urine    
      Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih
      Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan

b.      Alat
a. bak instrumen
b. spuit 10 cc
c. bengkok
d. Handscoen
e. aquadest
f. gunting plaster
g. perlak
h. kateter
i. Kapas air
j. kasa
k. Urine bag
l. jelly/vaselin
m.Selimut

 Obat
a. Aquadest
b. Bethadine
c. Alkohol 70 %

c.       Prosedur kerja
Untuk Pasien Pria
a)      Member tahu dan menjelaskan pada klien
b)      Mendekatkan alat-alat
c)      Memasang sampiran
d)     Mencuci tangan
e)      Menanggalkan pakaian bagian bawah
f)       Memasang selimut mandi, perlak dan pengalas bokong.
g)      Menyiapkan posisi klien
h)      Meletakkan dua bengkok diantara tungkai pasien
i)        Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
j)        Memegang penis dengan tangan kiri
k)      Menarik preputium sedikit ke pangkalnya, kemudian membersihkanya dengan kapas
l)        Mengambil kateter, ujungnya di beri vaselin 20 cm
m)    Memasukkan kateter perlahan-lahan jedalam uretra 20 cm sambil penis diarahkan ke atas, jika kateter tertahan jangan di paksakan. Usahakan penis lebih di keataskan, sedikit dan pasien di anjurkan menarik nafas panjang dan memasukkan kateter perlahan-lahan sampai urine keluar, kemudian menampung urine kedalam botol steril bila diperlukan untuk pemeriksaan.
n)      Bila urine sudah keluar semua anjurkan klien untuk menarik nafas panjang. Kateter di cabut pelan-pelan di masukkan ke dalam botol yang berisi larutan klorin.
o)      Melepas sarung tangan dan memasukkan ke dalam botol bersama dengan kateter dan pinset.
p)      Memasang pakaian bawah, menambil perlak dan pengalas.
q)      Menarik selimut dan mengambil selimut mandi.
r)       Membereskan alat.
s)       Mencuci tangan.

Untuk Pasien Wanita
a)      Memberitahu dan menjelaskan pada klien.
b)      Mendekatkan alat-alat
c)      Memasang sampiran
d)     Mencuci tangan
e)      Menanggalkan pakaian bagian bawah
f)       Memasang selimut mandi,perlak dan pengalas bokong
g)      Menyiapkan posisi klien
h)      Meletakkan dua bengkok diantara tungkai pasien
i)        Mencuci tangan dan memakai sarung tangan.
j)        Lakukan vulva higyene
k)      Mengambil kateter lalu ujungnya diberi faseline 3-7 cm
l)        Membuka labiya mayora dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri sampai terlihat meatus uretra, sedangkan tangan kanan memasukkan ujung kateter perlahan-lahan ke dalam uretra sampai urine keluar,sambil pasien dianjurkan menarik nafas panjang.
m)    Menampung urine kedalam bengkok bila diperlukan untuk pemeriksaan. Bila urine sudah keluar semua ,anjurkan klien untuk menarik nafas panjang, kateter cabut pelan pelan di masukkan ke dalam bengkok yang berisi larutan klorin.
n)      Melepas sarung tangan dan masukkan ke dalam bengkok bersama dengan kateter dan pinset.
o)      Memasang pakaian bawah, mengambil perlak dan pengalas.
p)      Menarik selimut dan mengambil selimut mandi
q)      Membereskan alat
r)       Mencuci tangan
(Ambarwati dan Sunarsih;2009).
Melepas Kateter
            Melepas drainase urine pada klien yang dipasang kateter.
            Tujuan:
            Melatih klien berkemih secara normal tanpa menggunakan kateter.
            Peralatan  :
a)      Sarung tangan
b)      Pinset
c)      Spuit
d)     Batadine
e)      Bengkok 2 buah
f)       Plester
g)      Bensin
h)      Lidi wetan
Prosedur:
a)      Meberitahu pasien
b)      Mendekatkan alat
c)      Memasang sampiran
d)     Mencuci tangan
e)      Membuka plester dengan bensin
f)       Memakai sarung tangan
g)      Mengeluarkan isi balon kateter dengan spuit
h)      Menarik kateter dan anjurkan pasien untuk tarik nafas panjang, kemudian letakkan kateter pada bengkok.
i)        Olesi area preputium(meatus,uretra) dengan betadin
j)        Membereskan alat
k)      Melepaskan sarung tangan
l)        Mendokumentasikan.
 (Ambarwati dan Sunarsih;2009).

2.1.7 Evaluasi
  Klien mampu berkemih secara normal tanpa mengalami gejala-gejala gangguan perkemihan
  Karakteristik urin : kekuningan, jernih, tidak mengandung unsur yg abnormal
  Mampu mengidentifikasi faktor-faktor yg mempengaruhi eliminasi
  Tidak terjadi komplikasi akibat perubahan pola eliminasi


2.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
1.      Diet dan Asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
2.      Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak tertahan di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.
3.      Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam kaitannya terhadap tersedianva fasilitas toilet.
4.      Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yangdiproduksi.
5.      Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter.Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemihmenurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
6.      Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Haltersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan untukmengontrol buang air kecil. Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol buang airkecil.
7.      Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.
8.      Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kulturpada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
9.      Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di mengalamikesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
10.  Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah ototkandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksipengontirolan pengeluaran urine.
11.   Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan ataupenurunan -proses perkemihan. Misalnya pemberian diure;tik dapat meningkatkan jumlah urine, se;dangkan pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
12.  Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine. Se;lain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine.



BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas adapun simpulannya sebagai berikut:
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar) demi menjaga homeostatis.
a.     Eliminasi Urine (BAK)
Eliminasi urine merupakan proses pembuangan atau pengeluaran metabolism berupa urine yang berasal dari saluran kemih yaitu ginjal,ureter,kandung kemih, dan uretra.
S Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih).
S Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon keinginan awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi.
S Gangguan kebutuhan eliminasi urine adalah retensi urine,inkontinensia urine dan enuresis. Dan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan, buang air kecil dengan urineal dan melakukan katerisasi.

b.     Eliminasi Alvi (BAB)
Eliminasi alvi merupakan proses pembuangan atau pengeluaran metabolism berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan bawah meliputi usus halus dan usus besar.
S Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi alvi terjadi proses defekasi. Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar.
S Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi antara lain: usia, diet, asupan cairan, aktifitas, gaya hidup dan penyakit.
S Gangguan eliminasi alvi adalah konstipasi, diare, kembung dan hemorrhoid. Tindakan untuk mengatasinya adalah menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan, membantu pasien buang air besar dengan pispot dan memberikan gliserin.
3.2 SARAN
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat atau pembaca, agar dapat menjaga kesehatan organ eliminasi sehingga proses eliminasi di dalam tubuh manusia dapat berjalan dengan baik dan seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Flame